Sebagai
contohnya Penampilan kinerja Dolby 3D yg dipakai pada film ‘Journey to The
Center of The Earth – 3D’ di gedung bioskop Plaza Senayan XXI sangatlah
menyakinkan. Gambar 3D yg stabil, detil, jernih dan tidak membuat sakit kepala
atau pusing.
Dolby
3D memakai teknik ‘wavelenght triplet‘ yg asalnya dikembangkan oleh perusahaan
Infitec dari Jerman. Di dalam projector Digital Cinema, umumnya memakai DLP
dengan tiga warna primer, yaitu merah-hijau-biru atau sering disingkat dng RGB
(Red, Green, Blue). Dengan Dolby 3D, ketiga panjang gelombang (pada masing2
warna dasar) dibagi lagi menjadi dua. Sehingga terdapat warna merah utama dan
merah dng panjang gelombang sedikit bergeser di bawah merah yg utama. Begitu
juga dng yg biru dan hijau memiliki ‘kembarannya’ dng panjang gelombang sedikit
dibawah.
Karena
Dobly 3D memakai satu projektor saja, maka frame gambar kiri dan kanan ditampil
bergantian. Jangan kuatir akan terlihat kedipan selama menonton film 3D, karena
pergantian frame (frame rate) sangat cepat yaitu 144 frame/detik atau masing
gambar kiri atau kanan mendapat 72 frame/detik (bandingkan dng projector
celuloid – 24 frame/detik). Dan urutan gambar kiri dan kanan yg sangat
tinggi itu hanya terjadi di sisi projector saja, tidak pada kacamata penonton.
Ingat, kacamata penonton tetap bersifat pasif.
Mirip
gabungan antara teknik anaglyph (yg memanfaatkan spetrum warna) dan teknik LCD
shutter (yg ingin memanfaatkan satu projector saja). Namun berbeda dng
anaglyph, disparity image yaitu gambar rangkap 2 yg terpisah karena adanya beda
paralax akan berwarna merah dan cyan berdampingan, sehingga dengan
anaglyph membuat warna film selama pertunjukan 3D menjadi terdistorsi. Hal ini
tidak terjadi di Dolby 3D, krn masing2 mata tetap mendapatkan spektrum warna yg
utuh & lengkap.
Proses
pengiriman gambar stereoskopis ke penonton terjadi pada proses akhir presentasi
film, yaitu di projektor gedung bioskop. Artinya, film/gambar 3D yg memuat
informasi stereoskopik (kiri & kanan) apa saja dapat ditampil dengan Dolby
3D. Ini juga meringankan si pembuat film 3D yg tidak perlu memikirkan teknik
akhir penyajian tiga dimensi pada penonton.
Kaca
mata Dolby 3D
Kacamata
ini memang tidak sesederhana bila dibandingkan dng kacamata anaglyph ataupun
kacamata polarisasi. Dilapisi dengan beberapa lapisan (coating) dengan teknik yang
sangat presisi dan agar tidak terjadi bocor dan memfilter sesuai panjang
gelombang cahaya yang diproduksi oleh projektor. Bila dilihat sepintas,
coating-nya mirip lensa kamera (emas keperakan), dan tidak segelap pada
kacamata hitam (sun glasses).
Memang Kacamata Dolby 3D lebih mahal
(harganya sekitar $ 40) dari pada kaca mata anaglyph ataupun polarized(sekitar
$1 hingga $5) tetapi tidak semahal LCD shutter glasses (lebih dari $ 100), krn
kaca mata Dolby 3D tetap pasif alias tidak ada rangkaian elektroniknya. Namun
masih mahal untuk diberikan secara cuma-cuma kepada penonton usai pertunjukan.
Makanya gedung biokop dan kacamata dilengkapi sensor anti-curi (he he he),
alaram di pintu akan berbunyi bila kacamata dibawa keluar dari ruang theater
bahkan untuk ke WC sekalipun.
http://dewiruu.blogspot.co.id/2010_10_01_archive.html
http://dewiruu.blogspot.co.id/2010_10_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar